Bahagia dalam Kegilaan

Senin, 19 April 2010.
Di copy dari http://purithepinkoctopus.blogspot.com

Kau buat ku jadi gila
Saat kau juga bilang cinta padaku
Tak kuasa ku menahan rasa bahagia
Saat kau ucapkan cinta

Apa sih penyebab kegilaan? Rusaknya sel otak? Bisa jadi... Beberapa penyakit tertentu memang bisa mengakibatkan rusaknya sel-sel otak (contohnya sipilis). Penyebab lainnya mungkin karena memar, cedera, racun, ataupun kelainan bawaan lahir yang mengganggu kerja sistem otak. Tapi tahu enggak, sebagian besar kegilaan di dunia ini bukan disebabkan oleh hal-hal yang saya sebutkan diatas. Bahwa kebanyakan otak dari orang-orang yang mengalami kegilaan sama sehatnya dengan otak dari manusia normal.
Jadi kenapa orang dengan kerja sistem otak yang sehat bisa menjadi gila?
Saya ingat sewaktu SD di Yogjakarta, ada seorang pemuda gila yang sering terlihat di sekitar perumahan saya. Saya agak lupa namanya, tapi saya sangat ingat wajahnya... Soalnya ayah saya dulu sering ngobrol dengannya (jangan-jangan eh jangan-jangan ayah saya juga... Hahahaha). Penampilannya sangat kumal dengan baju compang-camping dan Rambut panjang menggimbal sambil membawa bungkusan kain (entah isinya apa) dan selalu mengibas-ngibaskan sejumlah uang receh lembaran seratus rupiah kayak gini di depan tiap wanita muda yang lewat. Hei, kadang-kadang dia juga suka menyanyikan tembang-tembang jawa dan bertingkah seperti seorang dalang lho... Seingat saya, suaranya sangat bagus lho! Benar-benar suara seorang seniman Jawa (Yah tipe-tipe suara Sujiwo Tejo gitu).

Klo dari pengakuan ayah saya dulu sih (yang sering berbicara dengan pemuda gila itu), katanya pemuda gila itu cukup asik diajak ngobrol....
-Hah???-
Ia (Pemuda gila itu maksudnya) ngobrol dengan ayah menggunakan bahasa yang cukup mencerminkan seorang intelektual. Pengetahuan yang luas akan seni dan budaya jawanya juga membuat ayah cukup kagum.
-Weleh???-
Cuma diakui juga oleh ayah kadang pembicaraannya jadi agak ga nyambung, ketika ia sudah mulai menceritakan kehidupannya. Singkatnya, ia mengaku sebagai pria kaya raya yang punya banyak harta dan wanita.

Menurut cerita dari masyarakat sekitar, dulu pemuda itu adalah seorang Mahasiswa dari Institut Seni Indonesia di Yogjakarta (ISIJOGJA). Kegilaannya berawal ketika kekasih yang sangat dicintainya, meninggalkan dirinya demi pria lain yang lebih kaya. Depresi dan putus asa, ia memilih lari dari kenyataan dan berkubang dalam kegilaannya. Terdampar di Lingkungan perumahan kami dan makan makanan dari tempat sampah di sekitar perumahan kami. (Menyedihkan juga klo saya ingat-ingat lagi)

Hidup menghancurkan semua hasrat bersama sang kekasih dengan begitu kejamnya dalam dunia nyata. Tapi dalam kegilaannya, semua hasrat tersebut terpenuhi. Membawanya kepada kebahagiaan yang tidak bisa ia dapat dalam dunia nyata.

Ada banyak orang-orang yang gila karena kejamnya hidup ini. Bahkan mungkin mendapat perlakuan yang lebih kejam dari pemuda yang saya ceritakan barusan. Disiksa, dianiaya, dipaksa, dan dihina hingga tak ada yang tersisa dari harga dirinya sebagai seorang manusia. Saya ingat pernah membaca pengakuan dari seorang dokter jiwa (tentang salah seorang pasiennya yang kegilaannya disebabkan oleh sebuah tragedi perkawinan klo tidak salah) : "Kalau saya mampu mengulurkan tangan dan mengembalikan pasien saya dalam dunia nyata, saya tidak akan melakukannya. Dia lebih bahagia dalam kegilaannya."

Hahaha... bukan menyarankan untuk mendapatkan kebahagiaan dalam kegilaan lho! Yang harus kita sadari bahwa "Kebahagiaan itu hanya ada dalam Pikiran". Kegilaan di atas saya gambarkan sebagai bersembunyi dalam imajinasi pikiran untuk melarikan diri dari kenyataan. Yang jelas tidak baik untuk melarikan diri dari kenyataan. Yang baik menurut saya adalah menghadapi kenyataan dengan bantuan imajinasi yang rasional dan membahagiakan sebagai motivasi mencapai tujuan... Yes! Hidup Imajinasi...!

Beberapa faktor penyebab kegilaan:
1. Banyaknya pikiran yang menumpuk tentang permasalahan pribadi atau keluarga.
2. Nasib (jalan hidup orang itu sendiri).
3. Tidak memiliki sarana untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut.
4. Tidak memiliki sebuah tempat untuk melampiaskan kepenatannya.
5. Tidak adanya tempat untuk berbagi permasalahan-permasalahannya.
6. dsb.

Komentar Anda:

Posting Komentar

 
Blog Alakadarna © Copyright 2010 | Design By Gothic Darkness |